Komplotan Pemalsu Telex Bank BNI Rp 4,5 Miliar Ditangkap
Rabu, 30 Maret 2011 | 13:20 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jaya membekuk komplotan pemalsu dokumen dan pelaku pidana perbankan di Bank BNI. Komplotan ini membuat telex palsu yang memerintahkan kantor cabang untuk mencairkan kredit senilai Rp 4,5 milyar.
Berita terkait
"Permohonan itu digagalkan oleh bank karena curiga pada keaslian telex," kata Kepala Satuan II Fiskal, Moneter, dan Devisa Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Aris Munandar kepada wartawan, Rabu ini.
Setelah mengetahui percobaan pembobolan ini, Bank BNI lalu melaporkan ke Polda Metro Jaya, pada 23 Februari lalu. Sejak itu, lima orang pelaku ditangkap, yaitu JKD, AF, NCH, UK, dan SHP. "NCH, UK, dan SHP ditangkap tanggal 16 Maret, AF tanggal 28 Maret, JKD tanggal 29 Maret," ujar Aris.
JKD adalah Wakil Kepala BNI Cabang Margonda yang berperan untuk membuat contoh telex dengan kode-kode yang hanya diketahui orang dalam. Sedangkan AF bertindak menginstruksikan tiga tersangka lain untuk membuka rekening penampung dan membuat telex palsu.
Telex palsu itu dikirim atas nama pejabat Sentra Kredit Menengah BNI ke BNI Cabang Gambir pada 20 Desember lalu. Perintah yang tertulis pada telex tersebut adalah pencairan kredit kepada PT Bogor Jaya Elektrindo yang ternyata fiktif.
NCH, UK, dan SHP pernah berusaha mengambil cek dana sebesar Rp 50 juta yang ada di rekening penampung di BNI Cabang Pasar Rebo. Dana itu merupakan syarat pembukaan rekening milik mereka. "Transaksi tidak dapat diproses," kata Aris.
Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Tindak Pidana Perbankan. Ancamannya penjara minimal enam tahun dan maksimal 15 tahun.
Selain kasus ini, AF juga tersangkut kasus pembobolan dana Taspen di Bank Mandiri senilai Rp 110 miliar. Dalam kasus itu, AF mendapat bagian lebih dari Rp 15 milyar. "Dia ada dalam Daftar Pencarian Orang," kata Aris.
PUTI NOVIYANDA
Pemburuan Aset Century ?
Kamis, 10 Maret 2011 | 10:30 WIB
Berita terkait
TEMPO Interaktif, Jakarta - Tim Pemburu Koruptor sengaja dibentuk pemerintah untuk memburu pelaku tindak pidana korupsi yang kabur ke luar negeri, beserta aset-asetnya. Anggotanya merupakan gabungan dari tiga institusi negara; Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Apadaya, dua tahun memburu tak sepeserpun aset-aset bekas Bank Century dibawa kembali ke tanah air.
- 2006, Bank Century melakukan kerja sama jual-beli surat berharga berharga dengan Telltop Holding, perusahaan milik Rafat yang didirikan di British Virginia Island. Atas kerja sama ini, Telltop menjaminkan deposito senilai US$ 220 juta di Dresdner Bank, Swiss (kini menjadi LGT Bank).
- Maret 2008, Rafat Ali Rizvi menggangsir aset tersebut dengan mencairkan deposito masing-masing US$ 38 juta dan US$ 27 juta. Uang tersebut ditransfer ke perusahaan milik Rafat, Arlington. Rafat bersama Hisyam Al Waraq dan Robert Tantular adalah pemilik Bank Century.
- April 2010, sisa deposito sebesar US$ 155 juta dan akumulasi bunga US$ 1,23 juta. Total aset sebesar US$ 156,23 juta.
- September 2010, Tarquin Limited, perusahaan dari Cayman Islands, mengklaim deposito senilai US$ 156,23 juta adalah miliknya. Perusahaan ini menyerahkan bukti security assignment agreement yang dibuat dengan Telltop pada 15 Maret 2006. Perjanjian menyebutkan Telltop memberikan jaminan atas dana yang ditempatkan Rafat di Dresdner.
- Tapi, manajemen Bank Mutiara menyatakan, aset di bank Swiss itu adalah miliknya. Untuk merebutnya, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah melakukan gugatan pidana menggunakan skim Mutual Legal Assessment (MLA) atas surat berharga dengan jaminan deposito itu kepada pengadilan setempat.
- 28 Februari 2011, manajemen Bank Mutiara mengirimkan dokumen tambahan ke Pengadilan Swiss dalam perkara perebutan aset dengan Tarquin.
ERWIN DARIYANTO / ALI NY / FEBRIANA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar